Suatu Hal Magis dan Kompleks dalam Kalimat Rayuan



Manusia acap kali menggunakan kalimat rayuan untuk beragam tujuan. Ada yang memakainya untuk menarik calon pelanggan agar membeli sebuah produk/jasa (bagian dari marketing). Ada yang memakainya untuk menyampaikan maksud tersembunyi. Ada juga yang memakainya untuk menggoda teman, sahabat, atau pujaan hati. Beragam tujuan tentu memengaruhi pola kalimat rayuan yang dipakai. 

Beberapa waktu lalu, saya bersama murid-murid belajar tentang macam-macam majas yang biasa digunakan dalam teks narasi. Salah satu majas yang saya soroti saat itu adalah metafora, majas yang menggunakan analogi atau perumpamaan untuk melukiskan atau menggambarkan suatu hal secara langsung. Contohnya, kamu adalah rumahku. Diksi "rumah" di sini mengandung makna konotasi (bukan makna sebenarnya). Majas metafora dalam kalimat tersebut mengingatkan saya dengan materi kuliah dulu perihal sebuah wacana yang memiliki tujuan khusus dan tersembunyi. 

Mengutip dari hipotesis Sapir-Whorf, bahasa bukan hanya sebagai alat untuk menyuarakan ide-ide yang ada dalam pikiran, tapi juga ikut andil dalam membentuk pikiran (Kay & Kempton, 1984; Muryati, 2013). Hipotesis Sapir-Whorf mengantarkan pada relativitas bahasa bahwa bahasa yang berbeda mengantarkan masyarakat pada alam yang berbeda pula. Dengan demikian, penutur bahasa tetap dapat mengonseptualisasikan hal-hal tertentu walaupun memiliki keterbatasan dalam mengekspresikan konsep-konsep tertentu dalam bentuk satuan lingual di kehidupan sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa tidak ada bahasa yang terbelakang atau yang paling maju, bahasa memang baik menurut masyarakat penutur bahasa itu sendiri. Dengan demikian, dapat dibilang kalimat rayuan adalah salah satu dari kekayaan bentuk bahasa di dunia ini. 

Kalimat rayuan tentu termasuk ke dalam sebuah wacana, kesatuan makna antara komponen bahasa di dalam suatu struktur bahasa yang terkait dengan konteks. Kata kunci di sini adalah "konteks". Jadi, seorang komunikan/orang yang diajak komunikasi perihal kalimat rayuan oleh komunikator perlu memperhatikan konteks untuk mengetahui maksud dari kalimat tersebut. 

Misalnya, 

Mulai kemarin, perpustakaan favoritku adalah isi kepalamu. 

Kalimat di atas mengandung majas metafora karena “perpustakaan favoritku” disandingkan dengan “isi kepalamu” tanpa kata pembanding (seperti, bagaikan, laksana, ibarat). Diksi “perpustakaan” di sini bukan bermakna gedung yang berisi banyak buku, melainkan kiasan untuk menggambarkan pengetahuan, cerita, atau pikiran yang dimiliki seseorang. 

Selanjutnya, kalimat rayuan Rahwana yang dibalut pertanyaan retorik. 

Tuhan, kalau cintaku pada Sinta terlarang, kenapa kau bangun mega cinta di hatiku?

Dalam cerita pewayangan, Rahwana mencintai Sinta yang notabene telah bersama Rama. Rahwana menculik Sinta dari Rama. Hingga akhirnya, Rahwana melontarkan rayuan dalam bentuk pertanyaan kepada Tuhannya. Cerita cinta segitiga yang sudah lama terkenal ini masih terus dilestarikan secara turun-temurun melalui cerita lisan dan tulisan, hingga kini. 

Berkaitan dengan pertanyaan Rahwana tersebut, ada kutipan menarik dari Mbah Sujiwo Tejo. Beliau menganggap, tidak ada yang lebih mulia dari cinta. Cinta adalah sebuah martabat, dan menikah itu nasib, mencintai itu takdir. “Kamu bisa menikah dengan siapa saja, tapi kamu tak bisa menentukan cintamu untuk siapa,” ujarnya dalam acara Ngopi Bareng Sujiwo Tejo: “Nglaras Roso Jumbuhake Kahanan dan Kupas Buku Rahvayana 2, Ada yang Tiada”, di kafe Identitas Planet Bookstore Pengok. 

Contoh kalimat rayuan tersebut adalah secuplik dari banyaknya kalimat rayuan yang ada di sekitar kita. Bumbu majas metafora, retoris, atau majas yang lainnya tentu menambah kalimat rayuan menjadi lebih indah. Meski begitu, dalam suatu interaksi, antara komunikator dan komunikan mesti belajar untuk menganalisis wacara dengan kritis. Dengan kata lain, jika kalimat rayuan diberikan oleh komunikator kepada komunikan, si komunikan tidak serta merta menelan mentah-mentah kalimat rayuan tersebut. 

Di kehidupan dunia remaja hingga dewasa, wacana/kalimat rayuan seperti contoh di atas--atau mungkin ada yang lebih puitis lagi--tak jarang dipakai oleh kaum muda-mudi. Entah laki-laki atau perempuan yang pernah menerima kalimat rayuan dengan beragam rupa, ingatlah bahwa kalimat rayuan tersebut adalah sebuah wacana. Ada maksud tertentu yang mendorong seorang komunikator mengucapkan hal itu. Secara sederhana, ada pertimbangan dari perspektif bahasa, konteks, dan kekuasaan yang dapat dipakai untuk menganalisis kalimat rayuan. 


a. Identifikasi bentuk bahasa

Saat mendapat kalimat rayuan, coba perhatikan pilihan katanya, dan majas yang digunakan dalam rayuan (misalnya metafora, simile, hiperbola, litotes, atau yang lainnya). Identifikasi juga apakah rayuan menggunakan bahasa yang halus, berlebihan, manipulatif, atau persuasif


b. Konteks situasi

Siapa penutur, siapa pendengar? Apa relasi sosial mereka (pertemanan, hubungan keluarga, atasan-bawahan, atau orang asing)? Misalnya, rayuan dari teman sebaya berbeda maknanya dengan rayuan atasan pada bawahan. Kemudian, apakah rayuan tersebut hanya sebatas candaan, ungkapan kasih sayang, atau bentuk bujukan yang punya motif tersembunyi? 


c. Tujuan dan ideologi

Analisis maksud di balik rayuan tersebut, apakah untuk membangun kedekatan emosional, menunjukkan perhatian, atau ada potensi dominasi/manipulasi?

Contoh: Kamu tanpa aku ibarat langit tanpa bintang. Contoh ini mungkin tampak romantis, tetapi bisa juga mengandung klaim bahwa keberadaan si perayu adalah satu-satunya yang membuat hidup bermakna.


d. Aspek kekuasaan dan gender

Pertimbangkan apakah rayuan menghasilkan stereotip/tidak (misalnya, perempuan diposisikan hanya sebagai objek kecantikan atau kelembutan). Apakah rayuan itu menempatkan pihak tertentu dalam posisi inferior atau merugikan?


e. Respons dan interpretasi

Bagaimana penerima rayuan memaknainya? Bisa jadi sama-sama dianggap lucu/romantis, bisa juga dipandang manipulatif, bahkan melecehkan. 


Jadi, saya bisa katakan jika kalimat rayuan itu mengandung hal yang magis dan kompleks. Magis karena mengandung makna tersembunyi yang perlu dikulik dengan kritis. Kompleks karena pihak yang ingin menganalisis tentu memerlukan pengetahuan yang baik terkait konteks. Di samping itu, kalimat rayuan adalah salah satu kekayaan bentuk bahasa yang lahir dari kegiatan interaksi sosial. Indah, tetapi sering melenakan ya sepertinya :) 


 




Post a Comment for "Suatu Hal Magis dan Kompleks dalam Kalimat Rayuan"