Jadi Strava Addict Karena FOMO
Untuk yang usianya 20++, kalau ngga jadi pecinta alam, ya jadi atlet lari.
Kalimat tersebut nampaknya benar adanya. Haha. Kalau ngga jadi pecinta alam yang biasanya suka naik gunung, ya tiba-tiba jadi atlet lari. Saya pun memilih yang kedua, lebih tepatnya bukan lari, tapi jalan aja.
Tren masa kini yang masih rame adalah olahraga. Tidak tua, muda, perempuan, laki-laki, berbondong-bondong unduh aplikasi Strava dan mengunggah hasil pencapaian lari/jalannya ke media sosial. Saya pun ikut-ikutan tren ini. Awalnya, saya memang FOMO (Fear of Missing Out). Lama-kelamaan, enak juga olahraga di pagi hari. Bonusnya, bisa flexing ke media sosial. Hahaha...
Di balik ke-FOMO-an saya, saya sebenarnya punya alasan tersendiri mengapa tiba-tiba jadi Strava addict dan "masih berusaha" untuk konsisten olahraga, terutama di waktu weekend. Di keseharian, saya merasa lama-kelamaan lebih cepat capai naik-turun tangga saat kerja. Maklum, berat badan saya saat ini memang belum ideal huhu :)
Selain mudah capai, saya merasa mudah tidak enak badan. Di tambah lagi, selama hampir 3 bulan kemarin, jadwal menstruasi saya berantakan. Faktor hormon yang kacau dan stres yang luar biasa sepertinya. Karena terlambat haid yang sebelumnya hampir tidak pernah, saya cukup merasa was-was dan mulai mengatasi prediksi faktor penyebabnya.
Dari beberapa alasan itulah, saya makin semangat untuk olahraga. Yang penting gerak dulu. Kalau tidak lari, ya jalan tidak apa-apa. Jalan pun, menurut jurnal yang saya baca, tetap membawa manfaat untuk membakar kalori.
Alhamdulillah, kurang lebih sudah 3-4 bulan, saya merutinkan olahraga jalan pagi. Kadang 2 km, 3 km, 4 km. Sedikit memang dan belum mencapai angka yang luar biasa. Tapi nggakpapa. Saya sudah merasakan banyak manfaat dari usaha ini. Haid sudah lancar, kondisi kulit juga lumayan stabil (yang awalnya sering bgt berminculan jerawat), dan yang penting juga bisa beraktivitas dengan lebih ringan dan cekatan.
Bersyukur juga di awal September saya bisa ikut event lari di Nglanggeran, Pathuk, Gunungkidul. Yang buat salut adalah saya melihat banyaknya orang yang semangat berlari. berbagai kalangan tumpah ruah di situ. Menggunakan outfit warna-warni. Sama-sama punya tujuan bersama: ingin sehat.
Walau kemarin saya tidak full lari, tapi tetap bisa menyerap positive vibes orang-orang yang semangat ingin sehat. Rute yang kami lalui cukup melelahkan karena ada beberapa turunan dan tanjakan. Lelah, tapi menyenangkan!
Kata seorang kawan, olahraga ini kadang bikin candu. Awalnya memang hanya suka saja. Nanti, bakal jadi hobi yang menguras dompet. Wkwkwk.
Sejauh ini, saya merasakan senang dengan kebiasaan baru yang saya buat. Selain membuat sehat, jogging bisa mengalihkan pikiran kita yang mungkin "sering berisik". Jadi, kalau di dalam kepala lagi "berisik dan sulit diatur", olahraga adalah salah satu solusi :D
Dari FOMO, eh ternyata ketagihan untuk jadi kebiasaan dan alhamdulillah dapat dampak positifnya. Aplikasi Strava pun bisa jadi pilihan untuk memotivasi agar kita tetap konsisten berolahraga. Benar-benar very usefull! Oiya, selain dapet sehat, kita juga bisa dapat view pemandangan pagi yang menyegarkan pikiran.
Semoga Teman-teman juga bisa membuat kebiasaan baru yang bisa memberikan sebanyak-banyaknya dampak positif. Sehat dan bahagia selalu, ya. :)
Post a Comment for "Jadi Strava Addict Karena FOMO"
Post a Comment