Pahami 3 Poin Ini Biar Hidup Tenang dan Produktif di Dunia Digital!

Kira-kira berapa jam sehari kalian berselancar di dunia digital?

Konten apa sih yang sering kalian cari?

Kemudian, apakah banyaknya konten yang kalian lihat kadang membuat kepala pusing sendiri dan hati tak tenang?


Sumber: pixabay.com

Berkaitan dengan tiga pertanyaan tersebut, saya ingin sedikit bercerita tentang penelitian yang sudah saya lakukan. Nah, beberapa waktu lalu, saya melakukan sebuah penelitian untuk tugas akhir kuliah. Topik yang saya ambil adalah tentang ekspresi umpatan yang ada di media sosial. Topik ini saya rasa cukup urgent. Bagaimana tidak, hingga saat ini masih banyak warganet yang suka menyebarkan ujaran kebencian (hate speech), mengumpat, dan saling melempar olokan.



Mengutip data dari laman datareportal.com, pengguna media sosial di Indonesia hingga awal tahun 2023 berjumlah 167 juta orang. Lalu, aplikasi media sosial yang sering dipakai warganet yaitu YouTube dengan jumlah pengguna 139 juta, Facebook dengan jumlah pengguna 119,9 juta, TikTok dengan jumlah pengguna 109,9 juta, dan Instagram dengan jumlah pengguna 89,15 juta. Banyak sekali, bukan? Ternyata warganet Indonesia (termasuk saya) sudah menganggap media sosial seperti rumah kedua.

Tingginya pengguna YouTube, Facebook, dan Instagram membuktikan bahwa daya tarik media sosial sangatlah luar biasa. Fenomena ini bisa saja terjadi karena media sosial mampu menyediakan fitur untuk saling memberi feedback, seperti tombol suka, komentar, dan berbagi informasi dalam waktu tak terbatas. Cukup bermodalkan handphone pintar, interaksi di dunia digital pun serasa mengasyikkan!

Sayangnya, tak jarang sesama warganet sering melakukan debat kusir dan olok-olokan. Bukan hanya sesama warganet, tapi juga banyak konten provokatif di media sosial yang memicu warganet untuk memberikan komentar jahat, umpatan, dan hinaan. Dengan begitu, kita semua pasti mudah terpengaruh sehingga berdampak pada perasaan yang tidak tenang.

Lewat tulisan ini, saya akan membagikan 4 poin yang perlu diingat agar kita semua bisa hidup tenang dan makin produktif di dunia digital yang penuh godaan ini. Simak baik-baik, ya.

1. Jadi Anonim bukan berarti bebas melupakan norma

Keunikan dunia digital adalah adanya fasilitas anonimitas. Jadi, kita sebagai warganet bisa membuat akun media sosial dengan nama samaran. Misalnya, Rudi membuat akun Facebook dengan nama pengguna “Kodok Ngorek”. Mengutip pendapat Brown (2017), faktor anonimitas menjadi salah satu faktor penting yang mengakibatkan ujaran kebencian bisa tumbuh subur secara masif dan vulgar. Ngeri sekali, ya?


Nah, sebagai warganet dari negara yang terkenal dengan adat ketimurannya, kita seharusnya tetap bisa menjunjung norma kesopanan saat berada di dunia digital. Adanya fasilitas untuk membuat akun anonim bukan untuk disalahgunakan. Jangan suka memanfaatkan akun anonim untuk mengumpat, menyerang, atau menghina seseorang di dunia digital.

2. Penting melakukan kontrol diri supaya tidak mudah reaktif


Saat saya melakukan penelitian dan mengumpulkan data umpatan di media sosial, saya menemukan banyak sekali kata-kata umpatan dari beragam warganet. Baik perempuan, laki-laki, atau yang pakai akun anonim, saya mengumpulkan kata-kata umpatan mereka, seperti goblok, dajjal, anjing, lonte, tai, monyet, dan bloon. Tanpa adanya kontrol diri yang baik, warganet memang berpeluang besar untuk menulis umpatan seperti itu. Mungkin sebagian ada yang berpikir “Toh ini cuma tulisan” atau “Jangan mudah baper ah, cuma di media sosial aja kok”. Eitts jangan salah, sekarang ada UU yang sudah mengatur soal ujaran kebencian. Komentar yang ditulis bisa dijadikan barang bukti.   

3. Buat ekosistem di dunia digital lebih baik dengan berbagi konten positif


Jika memang sudah banyak konten provokatif dan propaganda yang membuat resah, mengapa kita tidak menyainginya dengan berbagi konten positif? Untuk jadi seorang content creator, orang tersebut tidak harus memiliki gelar pendidikan yang tinggi/berasal dari kalangan tertentu. Jika kita memiliki kesukaan pada hal tertentu dan juga punya cukup ilmu/penguasaan soal itu, mengapa tidak membagikannya di media sosial? Misalnya, Bu Zaskia adalah ibu rumah tangga yang punya hobi memasak. Lalu, dia ingin mencoba berbagi resep dan hasil masakannya lewat unggahan Instagram pribadinya. Dengan begitu, konten yang dia buat bisa saja menjadi inspirasi teman-teman yang lain untuk ikut memasak. Jadi, daripada pusing dan khawatir terpancing emosi karena melihat konten negatif, lebih baik kita jadi warganet yang senang berbagi konten positif. Bisa saja melalui konten yang dibagikan, kita bisa dapat peluang kerja sama atau pendapatan dari relasi yang ada di media sosial.

Nah, kalau ingin memulai untuk buat konten-konten positif di media sosial, pastikan kita memiliki jaringan internet yang stabil. Salah satu internet provider yang punya internet cepat, berkelas, dan cerdas untuk aktivitas tanpa batas adalah IndiHome dari Telkom Indonesia. Pasti kita sudah tak asing lagi ya dengan IndiHome.

Salah satu layanan dari IndiHome adalah internet yang menggunakan jaringan fiber optik dan tersebar di seluruh negeri. IndiHome hadir dengan menawarkan pilihan kecepatan Internet unlimited hingga 300 Mbps. Selain cepat, akses internet IndiHome lebih stabil dan tahan terhadap cuaca. Dengan begitu, kita bisa produktif membuat banyak konten tanpa khawatir ada gangguan jaringan internet. Jangan sampai salah pilih, ya. Pastikan internet provider yang ada di rumah adalah IndiHome dari Telkom Indonesia.


Itulah 3 poin yang perlu dipahami supaya kita bisa sama-sama lebih tenang dan produktif di dunia digital. Mengutip dari nasihat Mba Najwa Shihab saat mengisi public lecturer di Masjid UGM saat bulan Ramadan lalu, kita harus menggunakan media sosial dengan bijak. Tidak perlu anti dengan media sosial. Sejatinya, media sosial bisa jadi sarana kita untuk dapat informasi lebih cepat dan bermanfaat. Catatannya, pergunakan media sosial dengan bijak dan positif. 

Post a Comment

0 Comments