Bertemu Tanah Surga Saat Ikut Kampus Mengajar Angkatan 1 2021
Di akhir bulan Februari 2021, Mas
Menteri Nadiem Makarim mengadakan sosialisasi Kampus Mengajar sebagai bagian
dari program Kampus Merdeka. Program ini membuka kesempatan para mahasiswa
minimal semester 5 untuk mengabdi selama 3 bulan di sekolah daerah 3T. Tak
tanggung-tanggung, Mas Menteri melalui Kemendikbud RI dan LPDP akan memberikan
bobot 12 SKS, uang saku, dan bantuan UKT untuk mahasiswa yang masuk dalam
program ini.
Alhamdulillah, aku termasuk
mahasiswa yang diberi kesempatan untuk merasakan program Kampus Mengajar. Tergiur
dengan insentif yang diberikan Mas Menteri? Tentu. Dan juga karena kesempatan
ini pernah aku mimpikan sejak awal masa kuliah. Pada saat itu, aku ingin ikut
program Indonesia Mengajar yang digagas oleh Pak Anies. Merasa seperti tidak
mungkin mendapatkan izin orang tua (karena program tsb biasanya menyasar ke
daerah Pulau Jawa), akhirnya mimpi itu hanya berani aku batinkan saja. Lalu,
Allah memberiku izin untuk mendapatkan kesempatan yang hampir mirip dengan
program Indonesia Mengajar. Maha Besar Allah dengan segala kuasa-Nya.
Sebelum penerjunan, para
mahasiswa harus mengikuti pembekalan. Ketika pembekalan virtual selama
seminggu, banyak materi yang disampaikan oleh tokoh pendidikan, seperti Pak Dwi
Larso (Direktur LPDP), Bu Fia (guru inspiratif yang inovatif), Pak Nizam
(Pimpinan Dirjen Dikti), Pak Bobby (kepala sekolah daerah 3T di Biak, Kutai
Timur), Bu Nisa, dan pembicara-pembicara keren lainnya. Beliau-beliau
menyampaikan bahwa tujuan Program Kampus Mengajar ini untuk membantu anak-anak
SD yang susah belajar karena terdampak pandemi. Karena selain kesulitan
sekolah, mereka pasti kehilangan waktu bermain bersama teman-temannya. Dari
sinilah aku melihat besarnya upaya pemerintah di bidang pendidikan untuk
“menyelamatkan” anak-anak SD.
Mengapa memberikan mandat ke
mahasiswa yang notabene belum berijazah S-1 untuk mengabdi ke sekolah 3T?
Dari apa yang kudapat dari
sambutan Mas Menteri dan pembekalan, mahasiswa dipilih karena dianggap memiliki
pengetahuan tentang media pembelajaran online yang variatif. Sebagai generasi
yang dianggap milenial, mahasiswa dianggap mampu beradaptasi dengan kondisi
pandemi, terutama dalam hal pendidikan. Terlepas dari itu, mahasiswa bukan
berarti disuruh menggantikan guru sekolah untuk mengajar, tetapi untuk
berkolaborasi memajukan sekolah, dalam hal mengajar dan sistem administrasi
sekolah.
“Ketika bertemu tanah surga di Indonesia, di situlah banyak nilai-nilai
kehidupan yang bisa ditimba.”
Penempatan sekolah untuk
pengabdianku yaitu di SD Negeri Wonolagi, Playen. Gunungkidul, Yogyakarta.
Sebagai orang Gunungkidul, aku dapat mengakses SD tersebut dalam kurun waktu
25-30 menit dengan kendaraan roda dua. Aku bersama 7 mahasiswa lainnya
melakukan observasi untuk mengetahui kondisi sekolah. Dari situlah, aku merasa
menemukan tanah surga. :”
Sebagai sekolah yang berada di
pelosok, SDN Wonolagi berada di Dusun Wonolagi. Spesialnya, dusun ini seperti
terisolir karena dikelilingi hutan pohon kayu putih. Wajar saja, siswa di SD
ini hanya berjumlah 13 anak. Iya, dari jenjang kelas 1-6 hanya ada 13 anak.
Kelas 2 dan 6 pun kosong karena tak ada siswanya.
Mengapa siswanya sedikit sekali?
Selain tempatnya yang terisolir,
ini karena Dusun/Kampung Wonolagi termasuk Kampung Keluarga Berencana. Dengan
jumlah 65 KK, wajar saja jika anak-anaknya terbilang sedikit.
Bagaimana akses jalan menuju
Dusun Wonolagi?
Dari arah Banaran/Jalan Wanagama,
aku melalui akses jalan yang normal (beraspal). Namun, menuju Wonolagi, jalan
mulai menyempit, banyak yang sudah rusak, dan berkelok-kelok. Kondisi jalan ini
aku rasakan selama melewati hutan-hutan. Menurut informasi dari guru SD, di
daerah jalan tersebut juga tidak ada penerangan. Untung saja, selama melewati
hutan, daerah tersebut menyuguhiku pemandangan indah dan asri. Jadi, ketika
motor mulai bergoyang karena jalanan rusak, ada pemandangan aesthetic yang bisa
jadi obat. Oiya, sebenarnya ada juga akses jalan yang bisa dilalui jika dari
arah Pathuk. Karena belum pernah lewat situ, aku hanya tahu jika ada jembatan
gantung yang menghubungkan Wonolagi dan Pathuk.
Bagaimana atmosfer SDN Wonolagi?
Sebagai sekolah yang pernah
terancam akan ditutup, SD ini memiliki kekurangan dalam hal sarana prasarana.
Karena saat peresmian sebagai Kampung KB dihadiri oleh Pak Sri Sultan, akhirnya
sekolah ini bisa diselamatkan. Sampai saat ini, SDN Wonolagi tetap ada untuk
melayani anak-anak sekitar yang ingin sekolah. Secara tampilan fisik, sekolah
ini memiliki jumlah kelas yang tidak proporsial untuk jenjang kelas 1-6. Luas
kelas pun tidak memenuhi ukuran ideal sebuah kelas pada umumnya. Lalu, untuk
guru-gurunya pun hanya sedikit, sehingga beliau-beliau harus merangkap dengan
mapel penjas dan kewajiban lain.
***
Dari hasil observasi ke SD, aku
telah menemukan salah satu tanah surga yang ada di Indonesia. Tak perlu ke
Sumatera, Kalimantan, apalagi Papua, karena di Gunungkidul pun ada tanah surga.
Sebagai siswa yang dulu menimba
ilmu di sekolah daerah Wonosari (pusat kota Gunungkidul), aku pernah merasa
kurang percaya dengan hasil survei yang menyebutkan pendidikan di Gunungkidul
itu rendah. Bagiku, Gunungkidul itu sudah terfasilitasi dalam hal apapun.
Ternyata, aku hanya melihat dari satu kacamata dan dari pandangan sempit. Aku
yang baru sadar ternyata sejauh jarak 30 menit dari rumahku ada sekolahan yang
kondisinya kurang terfasilitasi. Tapi, dari sinilah, aku malah menemukan tanah
surga.
Selama berbincang dengan
guru-guru, yang aku tangkap adalah ketulusan dan dedikasi mereka untuk SDN
Wonolagi. Hanya ada 2 guru yang sudah PNS. Sisanya, hanya guru biasa. Itu pun
ada guru yang tiap hari pergi-pulang dari rumahnya di Mlati, Sleman. Mereka
menyadari jika SD tempat mereka bekerja adalah sekolah yang terisolir dan
kurang dalam hal fasilitas. Namun, yang aku lihat dari guru-guru itu adalah
wajah-wajah ikhlas yang ceria.
***
Terima kasih, Mas Menteri, atas
dibukanya program yang keren ini. Saya sebagai salah satu mahasiswa yang
diberikan kesempatan untuk ikut program ini merasa bersyukur bisa bertemu
guru-guru SDN Wonolagi yang menginspirasi. Saat masa observasi pun, saya sudah
mendapatkan banyak nilai-nilai kehidupan. Mudah-mudahan, program Kampus
Mengajar ini bisa membawa perubahan yang progresif bagi SD-SD yang ada di daerah
3T. Harapannya, pemerintah pun memberikan bantuan tambahan untuk SD-SD yang ada
di daerah 3T. Karena saya yakin, daerah 3T sejatinya adalah tanah surga. Di
sanalah akan banyak ditemukan pendidik-pendidik yang tulus ikhlas mencipta
generasi madani.
Post a Comment for " Bertemu Tanah Surga Saat Ikut Kampus Mengajar Angkatan 1 2021 "
Post a Comment